Teman-teman, silakan membaca catatan juri sebagai evaluasi agar cerpen teman-teman menjadi lebih baik lagi.
Catatan Juri
Cerita-cerita yang tiba di meja penjurian memiliki beragam kualitas—dan sejak awal hasil pembacaan ini ingin saya sampaikan bahwa: kualitas cerpen yang saya pilih sebagai pemenang jauh di atas mayoritas naskah peserta lomba Tulis.me yang saya baca: kualitas dalam hal ini, kekuatan eksekusi gagasan, dan kekuatan bahasa yang para penulis gunakan sebagai jembatan yang menghubungkan gagasan cerita dengan capaian artistik: di luar dua hal tersebut, yang memberi nilai tambah ialah kesegaran yang berusaha ditawarkan oleh cerpen pemenang.
Secara umum, di luar karya para pemenang saya melihat kecenderungan cerita-cerita yang masuk ialah cerita yang belum benar-benar memperhatikan unsur-unsur pembangun cerita yang kuat. Saya menemukan cukup banyak cerpen dengan alur yang penuh lubang—tidak menampakkan hubungan sebab akibat secara kuat antara adegan satu dengan adegan lainnya. Alur yang penuh lubang bisa menjebak pembaca untuk jatuh ke lubang tersebut dan tak pernah lagi melanjutkan membaca cerita.
Hal lain ialah penokohan, tokoh adalah unsur penting—seperti alur, tokoh bisa menjadi penggerak dan nyawa sebuah cerita, sehingga keterampilan menghadirkan tokoh adalah satu bagian yang saya nilai: apakah caranya berbicara, caranya berpikir, caranya bertindak bahkan caranya berpakaian, logis jika dikaitkan dengan latar belakangnya? Hal lain mengenai tokoh, jarang sekali penulis cerita dalam lomba Tulis.me kali ini yang bisa memberi pembeda dengan jelas antara suara tokoh satu dan tokoh yang lain—padahal secara logis, terutama dalam konteks cerpen realis, mereka akan mengalami keragaman gaya tutur dan cara berpikir.
Setidaknya dua unsur di atas yang jadi permasalahkan utama cerita-cerita yang masuk, raga ide dan gagasan menawarkan hal-hal menarik dan selalu tumbuh harapan di diri saya, gagasan itu kelak dieksekusi dengan lebih matang—oleh penulis-penulisnya, jika mereka membaca tulisan ini.
Faisal Oddang
Penulis Cerpen Terbaik Kompas 2014 dan 2018. Penerima Asean Young Writers Award 2014. Pemenang IV Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Tokoh Seni Tempo 2015. Finalis Kusala Sastra Khatulistiwa 2018. Penerima Robert Bosch Stiftung and Literary Colloquium Berlin 2018. Diundang dalam Iowa International Writing Program, USA 2018.
Poststrukturalisme, postmodernisme, dan postkolonialisme adalah paradigma-paradigma yang dalam dekade ini cukup banyak diperbincangkan. Kemunculan cara pandang tersebut bisa dikatakan sama-sama lahir dari upaya mengkritisi narasi besar yang cukup dominan seperti strukturalisme, modernisme, maupun kolonialisme. Selama beberapa dekade bahkan abad, narasi besar tersebut berdiri dengan sangat kokoh, bukan hanya pada ranah ilmu pengetahuan namun juga masuk dan mengakar dalam kehidupan ini sendiri. Narasi besar tersebut bersifat ideologis sekaligus praksis. Namun, kemunculan paradigma yang baru pada akhirnya berhasil menelanjangi narasi besar tersebut. Postrukturalisme, postmodernisme, maupun postkolonialisme muncul menjadi suatu cara pandang yang sama sekali baru mengenai dunia.
Pandangan-pandangan ini selain lahir dari pergulatan keilmuan di berbagai bidang juga tak bisa dilepaskan dari berbagai pembacaan terhadap produk-produk kebudayaan, tak terkecuali sastra. Produk kebudayaan merupakan media yang paling merepresentasikan bagaimana dunia ini termanifestasi. Dengan kata lain, kelahiran paradigma-paradigma ini juga terpengaruh oleh keberadaan produk kebudayaan tersebut, meskipun di sisi lain memiliki kemungkinan formatif yang mempengaruhi keberadaan produk-produk budaya itu sendiri.
Ketika melakukan penjurian terhadap naskah-naskah di ajang perlombaan ini, saya seperti menemukan keterkaitan antara paradigma-paradigma itu dengan beberapa karya yang hadir. Ketika membaca karya-karya yang bernuansa sejarah atau pun etnografis, saya seolah berdialog dengan pemikiran Foucault tentang genealogi maupun diskursus. Banyak wacana yang selama ini terinklusi tiba-tiba muncul--hal-hal yang tak pernah tergambarkan sebelumnya--lewat karya-karya dalam ajang ini. Begitu juga saat saya melihat bagaimana usaha para penulis melihat dan menuliskan kembali citra negara bekas jajahan seperti Indonesia, saya dapat melihat narasi berbeda kontra wacana kolonial, yang pernah digambarkan oleh Edward Said dalam Orientalisme.
Selama beberapa dekade, modernisme dan modernitas menjadi narasi besar yang begitu dominan. Modernitas sendiri muncul sebagai sebuah proyek intelektual dalam sejarah kebudayaan Barat, yang mencari kesatuan di bawah bimbingan suatu ide pokok yang terarah pada apa yang dinamakan kemajuan (Lyotard). Sesuatu yang dianggap tradisional kemudian hadir sebagai sesuatu yang irasional atau pun ketinggalan zaman. Proyek modernitas ini tak khayal memunculkan istilah-istilah stereotip seperti primitif, mitos, katrok, atau pun ketinggalan zaman. Modernitas sering kali menjadi pembicaraan utama terkait dengan wacana pusat, pembangunan, atau pun kemajuan bahkan peradaban itu sendiri. Meskipun begitu, wacana modernitas yang ”emansipatif” tersebut nyatanya telah menghadirkan kontradiksi dan problematika tersendiri. Sering kali modernitas tak mampu menjawab permasalahan zaman bahkan cenderung menghadirkan masalah baru.
Dalam posisi inilah, karya-karya dalam ajang ini khususnya karya-karya yang terpilih bisa dikatakan memberikan nuansa yang berbeda, setidaknya memberikan cara pandang atau narasi baru dari narasi-narasi besar yang selama ini kita dengar atau baca. Beberapa karya yang terpilih misalnya, berusaha untuk menceritakan sejarah yang selama ini jarang diceritakan melalui teks sejarah. Narasi sejarah khususnya tentang Indonesia dituliskan kembali seperti mengenai perjuangan kemerdekaan di daerah, persoalan komunisme dan Partai Komunisme Indonesia, Peristiwa 1998 bahkan sejarah agama, dihadirkan dengan cara dan sudut pandang yang berbeda dengan narasi-narasi sebelumnya. Proyek seperti ini tentu saja sudah banyak bermunculan di dalam karya-karya sastra Indonesia, khususnya Pascareformasi 1998. Namun setidaknya, karya-karya yang dimaksud memiliki nuansa yang sama dengan “semangat zaman” tersebut.
Selain itu, wacana bertema lokalitas, tradisi dan etnografis juga muncul di dalam beberapa karya dalam ajang perlombaan ini. Wacana bertema lokalitas, tradisional dan etnografis muncul dengan narasi yang lebih bebas, ia tidak lagi berada dalam posisi yang inferior ketika dihadapkan dengan wacana tandingannya, tetapi hadir sebagai sesuatu yang memiliki posisi yang cukup penting di dalam wacana itu sendiri. Lokalitas, etnisitas, dan tradisi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang eksotik, liar, atau banal, tetapi memiliki maknanya tersendiri.
Salah satu yang merepresentasikan hal tersebut adalah karya yang menjadi pemenang dalam perlombaan ini. Karya tersebut menunjukkan gejala yang menarik. Dari segi gaya penceritaan, karya ini cukup menghadirkan sesuatu yang baru, yang jarang atau barangkali tidak ditemui pada karya-karya yang sudah ada. Bisa dikatakan karya ini anti-mainstream. Dari gaya bahasa yang digunakan pun, karya ini cukup menjauh dari gejala metaforik yang sering kali digunakan dalam karya-karya yang pernah ada. Diksi-diksi yang digunakan bahkan sebagian besar merupakan diksi-diksi yang biasa ditemukan dalam penulisan karya ilmiah, yang tentu sangat berbeda dengan karya sastra secara umum. Ia seolah menjungkirbalikkan tradisi penulisan sastra yang selama ini didominasi oleh karya-karya yang “sastrawi” secara kebahasaan. Gaya penulisan yang demikian seolah menghadirkan kenyataan bahwa secara kebahasaan sekat antara yang kreatif dengan yang ilmiah itu pudar. Tak hanya berhenti sampai di situ, dari segi tema dan wacana, karya ini bisa dikatakan cukup kaya. Kita bisa melihat beberapa konsep oposisional seperti rasionalisme dan empirisme, mitos dan pengetahuan, tradisi dan modernitas, desa dan kota, nature dan culture atau pun dogma dan logika. Namun alih-alih mempertebal dikotomi dan hierakri di antara keduanya, karya ini semacam memberikan pembacaan dekonstruktif terhadap kebudayaan, memberikan kesimpulan tanpa hitam atau putih dan memilih menggunakan kata suci sebagai akhir ceritanya.
Fitriawan Nur Indrianto
Penulis Angin Apa Ini Dinginnya Melebihi Rindu dan Monte Carlo dan Satu Babak Kisah Cinta. Alumnus Pascasarjana Ilmu Sastra UGM. Redaktur kibul.in.
Secara isi, karya yang masuk ke perlombaan menulis cerpen Tulis.me hampir seluruhnya menunjukkan tendensi pencarian jati diri. Baik itu melalui cinta, perjalanan, proses berpikir, pembacaan terhadap karya lain, hingga observasi terhadap manusia dan lingkungan. Hal ini mengembalikan penulis dalam dimensi rasa yang penuh dengan kejujuran, ketulusan, harapan, dan kekhawatiran; oleh sebab itu, saya kira menulis tidak hanya menjadi proses refleksi penulis, tetapi juga pembaca. Dalam hal ini saya sebagai dewan juri sangat mengapresiasi beragamnya tema dan perspektif yang diupayakan teman-teman peserta sehingga perlombaan ini pun menjadi proses pembacaan yang kaya bagi saya secara individu. Meski demikian, ada beberapa hal yang kiranya patut teman-teman perhatikan dalam karya yang teman-teman sertakan.
Mengenai ide atau tema yang dibawakan; saya tidak pernah mempermasalahkan ide yang sama atau diulang, tetapi dalam karya perlu diperhatikan cara penulisan atau penyajian yang memiliki karakter atau ciri tersendiri. Hal ini dapat ditemukan dengan memperkaya bahan bacaan, memperluas genre karya yang dibaca, hingga berlatih menentukan gaya kepenulisan yang dinilai paling sesuai. Terdapat kecenderungan untuk memberi detail terhadap sesuatu yang seharusnya bisa dipersingkat dan pada karya-karya lainnya detail-detail ini justru hilang. Saya kira aspek-aspek terpenting dalam karya bisa dideskripsikan dengan baik daripada mendikte perasaan pembaca.
Secara teknis, perlu diperhatikan juga paragraf-paragraf panjang dan penggunaan tanda baca yang sesuai agar isi yang disampaikan maksimal. Saya melihat banyaknya pengaruh media digital, seperti penggunaan setting tulisan/paragraf yang banyak digunakan di laman-laman kepenulisan tetapi tidak disesuaikan dengan keinginan penulis untuk menjadikan karyanya meyakinkan bagi pembaca. Secara umum, ketelitian dalam penulisan ini saya kira perlu diperhatikan juga sebab alangkah sayangnya bila eksekusi cerita kurang maksimal karena alasan ini.
Teman-teman juga bisa mengasah kepekaan dan empati terhadap isu-isu yang menurut teman-teman menarik dan layak untuk digali lebih lanjut sebab hal ini juga berfungsi untuk memperkaya pengalaman teman-teman sebagai penulis; tak lain sebagai pencerita yang ulung. Setidaknya dengan lomba ini, teman-teman sudah selangkah lebih dekat dengan impian tersebut.
Innezdhe Ayang Marhaeni
Penulis Rencana Pembunuhan terhadap Kubu Pandawa. Saat ini menjadi mahasiswi Pascasarjana Ilmu Sastra UGM.
Berikut adalah daftar peringkat 100 besar Lomba Menulis Cerpen ke-10 Tulis.me. Selamat kepada semua peserta yang telah mengirimkan cerpen terbaiknya. Hasil ini, peringkat berapa pun itu, kami harapkan dapat terus memotivasi teman-teman untuk terus mengembangkan kemampuan menulis. Jika belum sesuai dengan harapanmu, tidak apa-apa. Masih ada hari esok untuk terus belajar dan berkembang. Kami yakin pada suatu saat nanti kamu dapat mencapainya.
Kepada pemenang, kami akan menghubungi hanya melalui nomor 082137454675. Pastikan nomornya sama untuk menghindari penipuan. Karya pemenang bisa dibaca di fasilitas lomba dalam e-book antologi lomba ke-10. Saat ini sedang dalam tahap pembuatan e-book dan akan kami unggah menyusul sekitar dua minggu lagi di dalam folder Fasilitas Lomba. Pelajari karya pemenang agar karyamu dapat lebih baik lagi. Apabila pada kemudian hari ditemukan pelanggaran berupa plagiarisme maka karya tersebut akan gugur, digantikan karya peringkat di bawahnya, dan penulis yang bersangkutan di-blacklist dari lomba Tulis.me selanjutnya.
Kepada semua peserta, fasilitas lomba segera kami kirimkan melalui e-mail maksimal 1 November 2020. Selain e-book antologi lomba ke-10, fasilitas lomba ini juga berisi beberapa hal yang kami harapkan dapat membantumu untuk meningkatkan kemampuan menulismu. Jika setelah 1 November 2020 belum mendapatkan fasilitas lomba, silakan chat Whatsapp 082137454675 ya. Tetap semangat berproses. Jaga kesehatan. Semoga harimu menyenangkan.
Peringkat | Judul | Nama Penulis |
1 | Dan Burung-Burung yang Sama Terbang di Atas Kita | Finlan Adhitya Aldan |
2 | Nambakor, 11 November 1947 | Wahyu Christian Adi Setya |
3 | Doa Sunyi Abdullah Koster | Chris Wibisana |
4 | Tak Ada Tiwah di Tanah Ini | Ramadhan Eka Syaputra |
5 | Gobok untuk Merimbun Sauh | Beri Hanna |
6 | Hong | Indira Ratih |
7 | The Silence Killer | Kalila Fayza |
8 | Kisah Penusukan Pendongeng dalam IV Babak | Ahmad Abu Rifa'i |
9 | Apa yang Lucu dari Kematian Jamal | Lavenna Senjaya |
10 | Eis Tin Polin | Windi Gernia |
11 | Misi Terakhir | Ghumai Namira Afda |
12 | Kari dan Ratna; Epos Cinta PRRI | WS. Djambak |
13 | Badak Putih | Redho Nugraha |
14 | Orang-Orang Mayan | Meli Afrodita |
15 | Setelah Puluhan Tahun Pengembaraan | Hadiwinata |
16 | Kencing Iblis | Arafat Nur |
17 | Ode Lelaki yang Menikahi Laut | WS. Djambak |
18 | Surat 'Cinta' | Alfira Rusfika |
19 | Pencinta Tua dan Burung Gereja yang Bertengger di Dahan Akasia | Ewel Galih |
20 | Kurir Mayat | Dimas Fahmil Haris |
21 | Tabuh Titir | An Purbalien |
22 | Putih Terlampau Hitam | Jospram |
23 | Prometheus Ubud | Sarita Rahel Diang Kameluh |
24 | Ember Sampah | Naufal Mahdi |
25 | Mario Kempes dan Bramacorah Kambuhan | Majdi Roid Al-jihad |
26 | Tragedi Keluarga Van den Berg | Rian Efendi |
27 | Senapan yang Berdarah | Yustisia Krisnawulandari Putri |
28 | Rindu yang Pincang | Isma Yullia Rahma |
29 | Ego dari Lima Menit | Irish Illenia Martha Ayudya |
30 | Perempuan yang Membelah Cermin | Inung Setyami |
31 | Pendulum yang Berhenti Mengayun | Mizzart Al Fatih |
32 | The Potrait | Baby Zee |
33 | De Marot | Dita Reista Nurfaizah |
34 | Kisah Dokter dan Asistennya | Timoteus Yuanuario Jonta |
35 | Benang yang Terputus | Anisa Palupi Ningtyas |
36 | Bermimpi Bersama Bapak | Emiliani Monika Paramita |
37 | Presiden Ingin Dicukur Mohawk | Tantan Rahmatullah |
38 | Selembar Tiket Keramat | Ulfa Khairina |
39 | Mantra Menembus Wabah | Adenar Dirham |
40 | Gelombang | Haryo Guritno |
41 | Klandestin | Rudi Rustiadi |
42 | Ayom | Adhelia Imanianti |
43 | Pelaut | Eko Hartono |
44 | Gantikan Ayah di Dalam Peti | Nabilla Feirizky Chairunnisa |
45 | Muteki | Hirali |
46 | Shimbiraha | Elrond Rafsa Adjani |
47 | Tikus-Tikus | Weni Nur Magfiroh |
48 | Tanah Animha | Sri Winarsih |
49 | Pak Toha Penjaga Perlintasan Rel Kereta Api dan Republik yang Kolaps | Afief Riezaldy Ahmad |
50 | Keputusan | Emi Nuryanti |
51 | Carok | Deni Dwi Prastiyo |
52 | Kisah Manusia Gajah | Muhamad Rizki Ismail |
53 | Mantar Hanya Ingin Pulang | Dee Talia |
54 | Hikayat Rapa'i | Ulfah Irani Z |
55 | Virtual Battle | Anak Agung Istri Dhika Dharma Putri |
56 | Otak-Otak Bandeng | Elisa Dwi Susanti |
57 | Di Balik Bilik Nomor Tujuh | Sabina Anjani |
58 | Malaikat yang Tersenyum Sepanjang Waktu | Angga Wiwaha |
59 | Soliter | Deden Hardi |
60 | Hari Perayaan Crimson | Jessa Wahyuni Malikidini |
61 | Eudamonia | Lintang Sasmita Hapsari |
62 | Midnight | Khaira Malayka Lohjenawi |
63 | Nyai Kanjeng | Syahrul Munir |
64 | Seharusnya Aku Tidak Menemaninya Berbicara Kala Itu | Chaery Ma |
65 | Berita Lelayu Pagi Itu | Rifan Nazhip |
66 | Babad Kota Pelita | Siti Mulia Al-Mufarrid |
67 | Memandang Ke Seberang | Charisa Dian Islami |
68 | Pohon Tua | Fadhila Wahyuni Uria Hadau |
69 | Perspektif | Marita Ari Hartanti |
70 | Jangan Dibaca | D. H. Najib |
71 | Moon | Frida Alviani Eka Putri |
72 | Lelaki yang Ingatannya Dimakan Monster | Dian Rizki Amalia |
73 | Tangan Kiri Frida yang Bodoh | Yanti Mesak |
74 | Laksana Asterisme | Alfi Rahmatita Dzulkifli |
75 | Pondok Kecil di Belakang Rumah | Palris Jaya |
76 | Secarik Surat Kabar dari Semesta | Dinda Dwi Anjeli Siregar |
77 | Cinta Lokasi | Sinta Kharisma Yogiana |
78 | Milah | Drs Nursisto |
79 | Setitik Noda dalam Belenggu Rindu | Iiswatun Hasanah |
80 | Sycamore | Salamandara Prila Aulin |
81 | Menantu Kesayangan | Misel |
82 | Erebos | Dwi Retno Wati |
83 | Aku | Ratna Sinta Purwaningsih |
84 | Menunggu | Muhamad Adi Basari |
85 | Rania dan Juan | El Narana |
86 | Aku Ingin Bercerita dengan Pak Presiden | Ahmad Muzayyin |
87 | Sesepuh | Mia Auliah |
88 | Derau | Elfara Wijaya |
89 | Monyet di Bawah Pohon Dewandaru | Aiu Ratna |
90 | Ulang Tahun Bapak | Dina Zubaidah |
91 | Badai itu Ibuku | Elsa Febriana Putri |
92 | Skizofrenia | Axel Firdaus Mancilla |
93 | Pohon Amartya | Theresa Sidharta |
94 | Lubang Penghisap Kebahagiaan | Ester Ayu Nadeak |
95 | Si Gadis Angkuh | Amrina Rosdiana |
96 | Madura Gerai Pengantin | Syahdan Maulana Jufri |
97 | Kotak-Kotak | Mahfut Hanani |
98 | Pecahan Surga di Tanah Mimpi | Al Hakim Bani Ismail |
99 | Canonade | Rina Purwaningsih |
100 | Ambuwaha | Indriani Nurazizah |
Berikut 100 peserta yang mengirimkan cerpen tercepat. Bersama dengan peringkat 100 besar, peserta pengirim tercepat dapat mengikuti Kelas Menulis Daring Pelatihan Menulis Cerpen. Nomor WA akan kami masukkan ke grup khusus.
Nomor | Nama |
1 | Tiara Advenia Utoyo |
2 | Reza Ikhlas Anam |
3 | Mutiara Permatahati Subekti |
4 | Assyifa Nurrahim |
5 | Zilvani Aprianti |
6 | Ririn Mutia |
7 | Dody Widianto |
8 | Dinda Luthfiana Rozak |
9 | Riky Ramadhani |
10 | Satria Bangkit Sunandar |
11 | Ni Komang Sulistiawati |
12 | Quinnsha Ilmira Putri Virdaus |
13 | Azka Ditya Prisma Ayu |
14 | Yu'sri Faradillah Yusuf |
15 | Muthmainnah |
16 | Kiandra Citra Andinantk |
17 | Tyastuti Prima Hapsari |
18 | Dian Nur Afifah |
19 | Debora Teresia Manurung |
20 | Megadischa Putri |
21 | Mariam B Cherry |
22 | Maryam |
23 | Radha Fadila |
24 | Neng Jihan |
25 | Lutfi Azizah |
26 | Azzar Rizky |
27 | Salma Aida Mazaya Ichsan |
28 | Nur Afifa Wahdiah Waris |
29 | Rachma Nurlela |
30 | Maria Goreti Ketona Tobin |
31 | Gilbert Eddyson Gunawan |
32 | Jasmine Puspa Arofah |
33 | Azelia Hakim Pradana |
34 | Adwilianti Istiqomah Sri Rejeki |
35 | Lisya Septefanie |
36 | Amalia Puspitasari |
37 | Ratna Sinta Purwaningsih |
38 | Mulya Anshari |
39 | Wico Pratama |
40 | Raihanurrabb Pawestriaji |
41 | Iqbal Lutfi Fuadi |
42 | Kristin Juliana Limbong |
43 | Sofia Aurora Septiani |
44 | Wahyu Nur Kholifah |
45 | Rahmi Indah Cahyani |
46 | Wiwin Syafitri |
47 | Muhammad Miftahul Huda |
48 | Vania Rahmasari |
49 | Prayogi Ebril Rio |
50 | Sabila Nasuha |
51 | Astri Sabar |
52 | Dimarifa Dy |
53 | Alya Salsabila |
54 | Dedin Junaedin |
55 | Naee Hava |
56 | Leyca Ramayana |
57 | Maisarah Sheilla |
58 | Sabitha Assilmi Kaffah |
59 | Luqman Fatahillah |
60 | Angelia Mercy Setiawan |
61 | Larasati Alivya Putri Pamungkas |
62 | Uskuri Lailal Munna |
63 | Latifah Novyanti |
64 | Nawra Nasitha Hamzah |
65 | Siti Rosima |
66 | Mukhlisah Amin |
67 | Ernallah Yati |
68 | Ratna Gea |
69 | Rini Rahmawati |
70 | Aprilia Pradita Prameswari |
71 | Aurora Adeliya Putri |
72 | Shasha Septi Sabrina |
73 | Ella Dian Permatasari |
74 | El Fathia Raisya Qonitulhaq |
75 | Amanda Gabryella |
76 | Desvica Lidya Zahra Lubis |
77 | Callista Clarabelle |
78 | Lutvi Alawiyah |
79 | Jessica Sitompul |
80 | Nayla Salsabila |
81 | Nailatul Asmahani |
82 | Veti Kartika Maharani |
83 | Safarena Ardiani |
84 | Mas Udin |
85 | Tariza Intan Wulandari |
86 | Neng Lilis Nuraeni |
87 | Tania Hade |
88 | Fahrevi Firdaus |
89 | Annisa Fathia Athala |
90 | Yola Lelyta |
91 | Amanda Inggar Puspita |
92 | Vingkan Tifani Surya Putri |
93 | Meilisa Rahmatika |
94 | Bagas Suryo |
95 | Noni Siti Novela |
96 | Pendi Supratman |
97 | Kardila Rahmania Putri |
98 | Rani Salamah Marinda |
99 | Salma Syifa Azizah |
100 | Nainunisovic |
Salam literasi,
Tulis.me