Puisi – Di Perantara – Innezdhe Ayang Marhaeni

Puisi karya Innezdhe Ayang Marhaeni.

Di jendela yang merangkap kaca itu, mataku terkubur
Tidak dalam, hanya seperlunya
Sebab aku tak lihat matahari dan angin-angin yang memakannya

Tapi aku tahu cerita langit yang pulang seperti sudah-sudah
Jalanannya berisi konstelasi, dan tanggulnya lepak berpuisi. Airnya mengalir-ngalir, seperti mengais himbauan mimpi yang kusut dan gemerlap di saat yang bersamaan
Kata ibu, suatu ketika bulan pulang karena jarinya terluka
Lewat ombak-ombaknya yang ditariknya, ia mengadu dan mengadu
Tetapi langit selalu bijak mengadu cerita
Diputarnya awan dan bulan beristirahat
Dari rahim kerang yang paling dalam, langit menarik keluar matahari beserta gelak-gelak pijarnya
“Nah, engkau. Sudah saatnya berpunya adik.”

Sejak saat itu
Abangku yang ingin main layang-layang, harus pulang dipanggil bulan
Ibu bilang, tak patut merayakan kesedihan
Tapi aku tidak percaya
Jadi aku tidak kembali
Aku bersikeras, bahwa senyap hanya hilang bila ditemani

Ayahku yang keras kepala berkata, “mari merayakannya di dalam selimut”
Kemudian aku belajar luka

Sembab setelahnya

Darah di ujungnya

Dan belajar setiap pekannya

Aku menemui bulan dan matahari, membaur menjadi gemintang. Tidak dalam, hanya seperlunya

 

 

Tulis.me dengan senang hati menerima karyamu untuk dimuat di sini. Karya dapat berupa cerpen, puisi, atau esai. Untuk mengirim karya, buka menu Submit Karya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *